Bahasa Indonesia ID English EN

Ibu Bumi: Kilas Perjuangan Anak Muda Kendeng, Diganjar Piala Citra

Sumber: Ibubumi.com

Hari beranjak terik saat Bagus Widianto mendekat ke area pabrik semen yang berdiri di sekitar Pegunungan Kendeng. Bagus memang tengah mengumpulkan suara-suara untuk keperluan proyek pembuatan musik dengan band yang ia gagas. Beberapa saat ketika ia duduk, tubuhnya terperanjat. Suara ledakan batu yang begitu lantang membuatnya kaget.

Sejurus itu ia mengucap “Serakah tenan podo mikir wetenge dewe. Lha nek ngene terus, sok mben anakku piye. Piye nasibe anak putuku nek ngene carane?” (Serakah betul cuma memikirkan perutnya sendiri. Kalau begini terus, kelak anakku bagaimana? Gimana nasib anak cucuku nanti kalau begini caranya).

Cuplikan itu adalah salah satu adegan yang terdapat dalam film pendek dokumenter karya Chairun Nissa yang berjudul Ibu Bumi (2020), film yang diproduksi dari kerja sama Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Sedap Films, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), dan LBH Semarang.

Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional PWYP Indonesia mengisahkan, awal mula pembuatan film ini diprakarsai oleh perjuangan Kartini dan sedulur di JM-PPK dalam menjaga kelestarian pegunungan Kendeng dari ancaman tambang dan pabrik semen.

“Perjuangan kartini dan sedulur di Kendeng, adalah perjuangan ‘nafas panjang’ yang dilakukan sejak lebih dari satu dekade yang lalu,” katanya. 

“Penting bagi generasi saat ini untuk belajar mengapa perjuangan sedulur Kendeng bisa bertahan begitu lama? Apa yang bisa dilakukan oleh generasi muda saat ini untuk mendukung perjuangan sedulur di Kendeng?”

Berangkat dari ide itu, PWYP lalu bekerja sama dengan Sedap Films untuk menggarap dokumenter tersebut. Mula-mula, dilakukan brainstorming awal antara PWYP dengan Sedap Films. Lalu ditentukan isu spesifik dan tujuan untuk mengangkat film ini.

Setelah berdiskusi, berkaca dari hasil riset awal bahwa pabrik semen memperoleh izin hingga 150 tahun, ditentukan jika sudut pandang film ini adalah dari anak muda. Alasannya di masa depan generasi inilah nanti yang akan bersinggungan dengan dampak dari isu tersebut.

Wawancara dengan Produser Film Ibu Bumi Wini Anggraeni dan Sutradara Chairun Nissa

Wini Anggraeni, produser film Ibu Bumi mengatakan, pada proses awal produksi berjalan ia dan tim berangkat ke lokasi untuk melihat kondisi lapangan. Ia bertemu Kang Gun (tokoh adat setempat), Bagus (anak Kang Gun), dan masyarakat di Pati serta Rembang.

Di sana ia menemukan potensi cerita yang mengangkat karakter Bagus sebagai tokoh utama. “Kita senangnya adalah, teman-teman PWYP sangat terbuka. Betul memang sejak awal untuk isunya diambil dari kalangan muda, tapi belum terpikir anak muda sebagai karakter utamanya. Karena belum kelihatan kan. Nah tapi setelah kita paparkan, mereka menerima itu dan kita senang sekali,” kata Wini.

Proses riset untuk karakter Bagus sendiri berjalan begitu cair. Chairun Nissa, sutradara Ibu Bumi mengungkapkan untuk mendalami karakter Bagus, ia mengobrol secara santai. Bahkan, itu dilakukan sembari Bagus tengah mengoprek ponselnya dan melihat hasil unggahan karya di Youtube.

Ia juga dibantu Ragil, kawan dari Bagus untuk berkomunikasi. “Proses penggalian informasi berjalan informal ya. Casual. Kami dibantu Ragil, karena memang Bagus lebih nyaman berkomunikasi dengan bahasa Jawa,” papar sutradara yang kerap disapa Ilun ini.

Karakter Bagus sengaja dipilih karena beragam potensi dan keunikan dalam dirinya, seperti Bagus yang merupakan pemain musik band Punk, anak muda, dan telah mengikuti perjuangan masyarakat Kendeng sejak masih kecil.

Selain itu, cara meluapkan kegelisahan atas rusaknya kelestarian Kendeng karena dampak pabrik semen melalui aliran musik punk juga menjadi benang merah mewakili semangat perjuangan anak muda. Terutama dalam kapasitas berani bersuara kendati mediumnya berbeda.

Tuai Respon Positif dari Kalangan Muda

Pasca diputar perdana secara online pada 25 Juli 2020, Film Ibu Bumi menuai beragam respon positif dari kalangan muda. Itu tergambar dari banyaknya permintaan untuk pemutaran secara online dari komunitas, organisasi di kampus, juga dari kalangan komunitas punk.

Hal ini membuat segenap tim pembuat film Ibu Bumi gembira. Secara khusus Aryanto Nugroho, Wini Anggraeni, dan Chairun Nissa mengatakan pencapaian ini melebihi ekspektasi mereka.

“Karena pada dasarnya kan mungkin kalau teman-teman yang sudah aktivis, atau yang sudah tau dengan  isu ini, sudah tahulah dengan apa yang terjadi di Kendeng. Tapi kami berharap ada layer-layer baru yang tahu, ada anak-anak muda yang tadinya belum tahu jadi tahu, dan kalau sudah tahu bisa mencari tahu sendiri,” kata Wini.

“Film ini kami buat sebagai pembuka untuk mengajak teman-teman muda untuk tergerak hatinya untuk melihat apa yang terjadi di kendeng. Dan apa yang terjadi di Kendeng bisa juga terjadi di daerah lainnya, di dekat rumah kita.”

Ilun menilai, semangat terdapat pada karakter Bagus bisa menjadi cerminan perjuangan anak muda. Hal itu berkaca dari Bagus yang lebih suka menyuarakan kegelisahan melalui musik Punk. Padahal dalam lingkup Kendeng, mayoritas masyarakat lebih sering berjuang melalui budaya Jawa seperti gamelan dan sebagainya.

“Merayakan keunikan masing-masing anak muda itu juga merupakan perjuangan sendiri ya. Apalagi jika itu bisa dikolaborasikan dengan sesuatu yang membuat mereka gelisah, seperti Bagus ini. Dia tidak hanya bermusik atau sebagai pemain band beraliran punk. Tapi dia juga menyuarakan kegelisahan, yang dijadikan tujuan bukan untuk dirinya sendiri tapi juga komunitas,” katanya.

Peroleh Penghargaan Piala Citra

Di tengah ingar bingar perjalanan dalam menyuarakan perjuangan anak muda, kabar menggembirakan datang dari Malam Anugerah Festival Film Indonesia (FFI) ke-40. Dibacakan Joko Anwar dan Christine Hakim, film Ibu Bumi menyabet penghargaan Piala Citra untuk kategori Dokumenter Pendek Terbaik.

Wini mengungkapkan pada awalnya pencapaian ini di luar ekspektasinya. Ketika film Ibu Bumi berhasil masuk dalam daftar nominasi, sejatinya telah membuatnya bahagia. Sebab, isu-isu yang terjadi di Kendeng bisa lebih didengar dan diketahui khalayak luas.

“Tapi begitu film ini menang, ini menjadi kejutan luar biasa yang mudah-mudahan memberikan manfaat lebih lanjut lagi untuk membantu kampanye untuk teman-teman Kendeng sendiri,” katanya.

Senada dengan itu, penghargaan film Ibu Bumi ditanggapi penuh syukur oleh Aryanto, yang juga bertindak menjadi co-produser. Ia berkata, kemenangan ini dipersembahkan secara khusus untuk masyarakat Kendeng yang tak pernah lelah dalam berjuang.

“Kami menyampaikan rasa syukur atas kemenangan film Ibu Bumi. Bagi kami, karya dan kemenangan ini dipersembahkan khusus untuk Bagus, Kang Gunretno, Yu Sukinah dan Sedulur-Sedulur di JMPPK. Hormat kami kepada Sedulur Kendeng yang tak lelah memperjuangkan ibu bumi dan juga memberikan inspirasi bagi anak-anak muda di seluruh dunia untuk ikut dalam menyelamatkan lingkungan,” pungkasnya.

Ditulis oleh Ahmad Farid, Tim Komunikasi Linking and Learning Indonesia

Bagikan

Share on facebook
Facebook
Share on google
Google+
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on pinterest
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya