Bahasa Indonesia ID English EN

Kegelisahan Anak Muda pada Isu HAM yang Belum Usai

Suatu hari di ruang yang teduh tidak jauh dari pusat kota dan juga tidak terlalu jauh dari desa di sebuah ruangan yang berukuran kotak tidak besar maupun tidak terlalu kecil, seorang perempuan bersama sekelompok anak muda, berbicara tentang HAM. Perempuan itu merupakan ketua dari perkumpulan tersebut, ia kerap disapa Nastiti oleh orang yang mengenalnya. Ruangan yang akan dijadikan rapat itu cukup riuh bergema membahas diskusi tentang HAM. Dalam diskusi tersebut, terpilihlah anak muda sebagai pilar penerus bangsa dari pilihan vote beberapa kelompok yang berkumpul di ruangan tersebut. Anak muda bukan hanya sebagai penerus bangsa dan keluarga, namun juga pribadi-pribadi yang kokoh. Berbicara tentang anak muda, ada satu bagian yang menarik dari generasi ini, generasi muda diidolakan sebagai generasi yang melek akan teknologi sehingga bisa bebas dalam mengakses dan menentukan apa yang diinginkan. 

Tanpa disadari anak muda sudah mengenal isu HAM ini sejak dari mengenyam pendidikan di jenjang sekolah, tentang bagaimana hak mereka yang bisa dikatakan merdeka seperti tidak menjadi pelaku atau korban dari bully, bebas menentukan pilihan tanpa adanya diskriminasi, menghormati dan menghargai perbedaan satu sama lain, tidak memandang rendah seseorang, bebas menganut agama yang diyakini. Setelah selesai dari diskusi tersebut, Nastiti keluar ruangan dan berjalan untuk pulang menuju rumah. 

Ketika perjalanan pulang ada hal menarik, pagelaran film yang ditonton oleh rakyat di lapangan terbuka, menceritakan tentang HAM masa lalu. Menariknya penonton yang hadir merupakan kaum muda, sekira 55% adalah kaum muda. Nastiti bergumam “Anak muda sekarang tertarik dengan isu HAM salah satunya melalui film dokumenter”. Satu ketertarikan tersebut ia catat ke dalam buku agendanya. Malam semakin larut arloji yang digunakan sudah menunjukkan pukul 21.30 malam padahal ia keluar dari ruang kerja pukul 17.30 sore. Namun kaum muda yang menonton film HAM tidak beranjak pulang dan masih serius untuk menonton kelanjutan dari film dokumenter tersebut. 

Pada akhir film, ada salah satu anak laki-laki yang perawakannya tidak terlalu tinggi mungkin sekitar 163 cm, badannya sedikit berisi dengan rambut yang disisir ke kanan dengan kulit sawo matang. Ia naik ke panggung yang dimana panggung tersebut tidak terlalu tinggi sehingga cukup untuk tidak menaiki tangga yang berada di samping panggung. Anak laki-laki itu bernama Wira. Ia berbicara tentang cerita pada film tentang bagaimana ia membuat film dan mengapa pada akhirnya ia membuat film tersebut. Rasa penasaran untuk bertanya muncul, namun Nastiti kurang beruntung. Pada saat ia mengacungkan tangan untuk bertanya, tiba-tiba hujan turun dengan cukup deras sehingga ia terhalangi oleh penonton yang lari porak-poranda karena khawatir baju yang dikenakan akan basah. 

Dua hari berikutnya, ketua perempuan menjelajahi dunia maya dengan membuka isu HAM. Laman yang dibuka tentang DUHAM (Deklarasi Universal HAM) Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai hak dan martabat yang sama, terlepas dari beberapa usia mereka, dan karena itu anak-anak mendapat manfaat yang sama dengan orang dewasa. Namun karena anak-anak masih tergolong posisinya yang rentan, maka anak mendapat hak-hak khusus yang melindungi mereka. Setelah selesai  dalam berkegiatan media sosial, Siti yang merupakan saudara sepupu dari Nastiti datang menghampiri. Siti bercerita bahwa dirinya sedang melakukan survei tentang isu HAM dan pangsa yang dituju adalah anak muda. Dalam isi survei tersebut mayoritas menjawab lebih memahami HAM melalui infografis, komik, artikel, cergam (cerita bergambar) dan juga meme yang mereka lebih pahami melalui aksi daripada membaca tulisan secara langsung dari sebuah buku tebal yang berhalaman-halaman. Nastiti yang mendengarkan cerita dengan seksama hanya mengangguk-ngangguk dan tentunya tak lupa ia  segera mengambil catatan untuk mencatat kategori anak muda sekarang lebih paham akan HAM dikemas ke dalam metode yang seperti apa. Percakapan berlangsung sangat serius karena survei tersebut ia ceritakan secara rinci mulai dari umur, letak geografis, latar belakang dari anak muda dan lain sebagainya.

Keesokannya, Nastiti pergi untuk bekerja di ruang teduh yang berukuran kotak, tidak jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki untuk sampai pada tempat kerja tersebut. Ruang itu masih sepi yang datang tepat waktu adalah mereka yang seumuran dengan ketua. Hal ini menggambarkan bagaimana perilaku anak muda sekarang yang tidak bisa datang tepat waktu. Ide atau gagasan anak muda sekarang mempunyai cara yang banyak untuk berkembang dan mengikuti perkembangan zaman. 

Waktu telah menunjukan pukul 10.20 pagi, satu persatu kursi di ruangan kotak itu terisi penuh oleh anak muda dan orang-orang yang seumuran dengan Nastiti. Masih dengan isu yang sama yaitu membahas tentang HAM. Salah satu dari mereka yang berkumpul; bercerita untuk membuat anak muda tertarik, kita perlu mengadakan webinar dengan tokoh yang cukup ternama dari hal tersebut target yang disasar adalah mahasiswa yang tertarik dengan isu HAM karena ini merupakan awalan, lalu ajak mahasiswa yang mempunyai andil besar dalam kampus tersebut untuk turut terlibat dalam diskusi. Setelah webinar dilakukan langkah selanjutnya yaitu dengan metode tour dari kampus ke kampus. Pendekatan yang terjadi dan interaksi akan lebih fleksibel. Dengan bertanya, berarti mereka menyimak dengan seksama dan ada dari diri mereka suatu ketertarikan dari isu HAM ini. 

Metode lainnya, buat ajang anak muda dengan melakukan debat tentang HAM yang dimana hal tersebut diliput oleh media sehingga wajah dari anak muda atau peserta muncul di halaman media. Tujuannya yaitu, karena anak muda sekarang suka tampil eksis yang menunjukkan bahwa mereka ada dan turut andil dalam HAM yang ada di Indonesia. Diskusi yang dilakukan ini membuat antusias dari Nastiti dan lainnya karena hal ini masuk akal dan bisa dilakukan bersama-sama. Tak selang berapa lama kemudian, ide yang ditumbuhkan anak muda telah dilakukan. Respon dari debat tentang HAM dan  tour kampus sangat mendapatkan respon yang positif dari masing-masing mahasiswa. 

Selang beberapa minggu kemudian, Nastiti mendapatkan undangan dari salah satu rekan dari organisasi lain untuk menghadiri pertemuan di luar kota. Tanpa diduga Nastiti satu meja dengan Wira, anak laki-laki dengan kulit sawo matang yang tempo lalu iya lihat di festival film, yang merupakan perwakilan dari komunitas. Antusias untuk mengobrol muncul kembali. Ia memulai percakapan terlebih dahulu dan berkenalan dengan Wira yang dilihatnya pada pagelaran film rakyat beberapa waktu lalu. Ia mulai bercerita mengapa ia tertarik dengan Isu HAM, alasannya karena ia merasa apa yang terjadi dulu kepada korban, jika dia dan keluarganya yang mengalami diskriminasi dari semua orang yang cakupannya bukan lagi tentang warga sekitar, namun sudah pada level negara bisa dipastikan tidak akan setangguh mereka. 

Ia bercerita, tertarik dengan isu HAM pada saat bergabung diskusi. Kemudian munculah empati dari melakukan kunjungan secara langsung kepada korban yang tertuduh melakukan pelanggaran HAM berat masa lalu kepada masyarakat yang ada dimasing-masing wilayah. Tidak hanya itu, ia juga tidak sendirian dalam belajar HAM dari sebuah film, ada beberapa teman/kelompok dari mereka yang juga turut terlibat dalam film tersebut. 

Diskusi yang mereka lakukan sangat memuaskan, sehingga ketua mendapatkan inti dari percakapan tersebut yang tak lupa ia catat kembali ke dalam buku agenda. Pertemuan ini berlangsung selama 3 hari, dan yang dimana hari itu merupakan hari terakhir. 

Akhir pekan telah tiba, teman karib sang leader yang merupakan seorang guru SMA datang untuk bermain sekaligus bekerja, guru ini sedang menyusun strategi pembelajaran yang membahas tentang HAM. Strategi ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu Ekspositori, Heuristic, dan Reflektif. Ekspositori yaitu strategi pembelajaran yang dilakukan secara rinci dengan metode menerangkan tentang isu HAM kepada siswa-siswi tapi juga bisa dengan alat penunjang seperti PPT (Power Point) tapi hanya intisari yang ditulis di dalam power point tersebut.

Lalu yang kedua metode heuristic yaitu menjelaskan dengan cara bercerita panjang seperti menjelaskan sejarah dari HAM. Lalu yang ke tiga yaitu menggunakan metode reflektif dimana siswa-siswi merefleksikan apa yang sudah dijelaskan tentang isu tersebut untuk diri masing-masing maupun kelompok, tujuan dari reflektif ini agar siswa-siswi tidak melakukan perbuatan yang tercela yang merugikan atau menyakiti antar teman sebayanya. Metode yang digunakan dalam menjelaskan isu HAM di jenjang pendidikan membuat Nastiti sadar bahwa HAM itu sendiri memang sudah diterapkan dari awal. Tak lupa, mencatat masih menjadi bagian yang membuatnya tetap mengingat setiap kejadian yang diceritakan seseorang pada saat berinteraksi.  

Hari itu hari senin; cuaca tidak panas juga tidak mendung pas untuk berangkat di awal waktu jam kerja, ada yang berbeda dari biasanya, ia mengayuh sepeda untuk menuju kantor yang berbentuk kotak itu. Sesampainya di kantor, hal pertama yang dilakukan yaitu membuka buku agenda dan membuka catatan perlembarnya, lalu memulai membaca dan mencoret-coret. Coretan demi coretan ia tuliskan di flip chart. Kemudian ia mulai memetakan metode apa saja yang membuat anak muda tertarik dan mau belajar tentang isu HAM bagi pemula untuk lebih memudahkan dalam memahami isu tersebut.  Catatan pertama dari mulai dengan menonton film dokumenter, belajar HAM melalui infografis, komik, cergam (cerita bergambar), meme, webinar, artikel, diskusi, tour kampus, debat HAM, hingga untuk metode dasar dari pembelajaran untuk siswa dengan 3 metode (ekspositori, heuristic, reflektif). Hal ini semua dapat di akses dengan mudah oleh anak muda melalui media online dan lebih memudahkan lagi bahwa pembelajaran tentang HAM ini dibagikan dan didownload melalui aplikasi. Dengan kata lain belajar HAM mudah karena banyak alternatif yang bisa digunakan. Yang sulit adalah apabila tidak mau membaca, tidak mau bertanya apabila ada kesulitan dan tidak mau memahami.

Satu persatu ruangan mulai dipenuhi oleh rekan kerja Nastiti, banyak dari mereka yang bahagia di hari senin; mungkin dikarenakan dengan cuaca yang mendukung atau mungkin karena mereka antusias dengan isu HAM yang akan dirapatkan pada senin ini.

Ditulis oleh: Osi Naya.

Bagikan

Share on facebook
Facebook
Share on google
Google+
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on pinterest
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya